menangani bencana memang bukan sebuah hal yang mudah, apalagi di indonesia. bahkan disaat semua bencana sudah tiba dengan beruntun, ruu penanganan bencana ternyata masih dalam tahap hendak dipercepat. terlambat? mungkin.. tapi yah memang seperti itulah wajah pemerintah kita. untungnya (maaf) banjir besar ini terjadi di jakarta dan bukan di daerah lain di indonesia. karena jika bukan begitu yang terjadi mungkin ruu penanganan bencana ini tidak akan pernah di bicarakan secara serius.
salah seorang kawan membandingkan antara penanganan bencana antara indonesia dan belanda. memang sangat jauh berbeda. selain itu, di belanda semua hal sudah teratur, manajemen lumayan rapih, dengan budget yang sudah jelas dan (sepertinya) terlatih untuk menangani hal-hal darurat terutama bencana. di tempat saya bekerja, bahkan beberapa kali dilaksanakan pelatihan untuk keadaan darurat seperti kebakaran atau gempa. indonesia? wallahu alam. bahkan beberapa kali, bencana yang terjadi malah menjadi ajang untuk mengumpulkan pundi-pundi pribadi oleh beberapa gelintir oknum.
berikut saya petikan salah satu tulisan rekan ketika mengalami badai kencang di eropa baru-baru ini. badai kencang itu mungkin tidak sebanding dengan apa yang terjadi dengan banjir di jakarta ataupun kejadian bencana lainnya. walaupun, jika dilihat secara keseluruhan eropa ternyata menimbulkan jumlah korban yang lumayan banyak juga. namun jika kita melihat bagaimana mereka memperlakukan warga negaranya yang kebetulan terjebak badai, silahkan saja kita iri.
“… benar saja, selepas pukul 21, pengumuman selanjutnya mengatakan dipastikan tak ada ka yang berangkat ke arah utrecht dan sekitarnya malam itu. para calon penumpang yang ingin menginap dipersilahkan untuk naik ke atas bus untuk diungsikan ke sport centre terdekat agar dapat beristirahat. sempat terbersit di pikiran saya dan lia untuk meninggalkan saja rombongan dan menginap saja di tempat salah satu rekan kami di den haag malam itu. kami sudah menghubungi mas ishak dan rahimah dan mereka mengatakan siap untuk menampung beberapa orang meski tidak bisa menampung semua rekan kami yang total berjumlah 12 orang. namun, mengingat kami sedang dalam kondisi kritis dan tidak elok untuk mementingkan diri sendiri, kami putuskan untuk tetap bergabung dengan rekan-rekan yang lain dan naik bus untuk diungsikan ke sport centre. dengan hati was-was kami berharap “barak†tempat kami mengungsi tidak terlalu kumuh mengingat pengalaman di indonesia tempat pengungsian seperti itu biasanya kumuh dan jorok.
sampai di sana ternyata dugaan kami meleset. kami diperlakukan sangat baik, ramah dan santai. kami dijamu di ruang kafe yang ada di sport centre itu untuk santap malam. diiringi musik lembut dan sapaan ramah dari para petugas dan relawan yang siaga menggunakan pakaian palang merah. mereka menanyakan apa saja yang kami butuhkan. bila kami membutuhkan obat-obat tertentu kami dipersilakan meminta kepada mereka. hidangan yang disajikan amat lengkap. kami bisa meminta roti, kopi, jus dan teh secara gratis.
pukul 24, saat beristirahat pun tiba. tak seperti penyediaan empat tidur ala pengungsi di indonesia, di sana kami disediakan ranjang lipat lengkap dengan kasur dan selimut tidur di lapangan basket indoor. meski karena banyaknya pengunjung dan kasur yang tersedia terbatas, terpaksa beberapa calon penumpang tidur beralaskan matras, namun pelayanan yang mereka berikan baik dan ramah sekali. mereka berkali-kali meminta maaf karena keterbatasan kasur itu sehingga membuat sebagian dari kami merasa tidak nyaman tidurnya. luar biasa….minta maaf gitu lo…sense of service nya bagus banget… ” (by saiful buaykundo, tulisan lengkap bisa di lihat di sini)
bandingkan dengan penanganan bencana yang terjadi di indonesia. bahkan menterinya sendiri pun terlihat begitu menggampangkan bencana yang terjadi. tidak punya kepekaan sosial? hmm begitu lah. saya cuma terbengong-bengong dengan apa yang beliau ucapkan. dan wajarlah jika semua orang juga ikut protes.
“menteri koordinator kesejahteraan rakyat aburizal bakrie menyalahkan media massa yang telah membesar-besarkan bencana banjir yang melanda jakarta dan sekitarnya. sebab pada kenyataannya, jelas aburizal, banyak pengungsi banjir yang masih dapat tersenyum. “kalau kita lihat para korban itu masih ketawa. jangan sampai dikondisikan seolah-olah dunia mau kiamat seperti yang televisi anda (sctv) katakan demikian,” kata aburizal di jakarta, selasa (6/2).
menko kesra tampaknya tidak melihat fakta bahwa banjir telah membuat sebagian warga ibu kota dan sekitarnya menderita. bahkan, seperti diberitakan banyak media, setidaknya lebih dari 30 orang tewas dalam musibah yang menerjang jakarta dan wilayah sekitarnya. andai saja pemerintah sigap menangani bencana banjir, tentu saja korban dan penderitaan rakyat bisa dikurangi atau bahkan bisa dihindari.
sementara itu, sejumlah elemen mahasiswa berunjuk rasa di depan kantor gubernur dki jakarta. mereka menuntut gubernur sutiyoso meminta maaf kepada warga atas ketidakbecusannya menangani banjir. demonstran juga menilai pemerintah pusat tak sigap menolong warga korban banjir.
banjir yang melanda ibu kota, bogor, depok, bekasi, jawa barat, dan tangerang, banten, telah menelan puluhan korban jiwa. bahwa ribuan warga kehilangan harta serta rumah mereka. sedangkan puluhan ribu lainnya masih harus mengungsi karena rumah mereka masih terendam air.”(sumber: liputan6.com)
paak.. paaak.. kok sempet-sempetnya ngomongin yang gak perlu. coba rumah situ kerendem air setinggi 2-3 meter.. masih mo senyum? yaah mungkin sih.. kan masih ada rumah yang lain. ya gak?
itulah perbedaan yang sangat nyata antara manajemen dengan mulut dan manajemen dengan tangan (juga dengan otak.. tapi saya gak tega nulisnya..). semoga.. banjir kali ini menjadi bahan pembelajaran untuk kita semua.
inspired by dwiko
masalah ada di pola pikir, kepedulian, penetuan skala prioritas, keberpihakan terhadap kepentingan umum dan juga sindrom “kelas”.
kalo dirinya or keluarga ga kena, geraknya susah. *kok jadi berapi-api gini gw*
prinsip “pemimpin itu melayani bukan untuk dilayani†kayanya ga masuk buat di negeri kita tercinta nan malang ini
BERUBAH itu penting walopun dalam skala kecil tapi tetep penting
setuju.. dimulai dari diri sendiri? bisa dong..
Setuju banget.
Padahal kalo aku perhatikan dari negara yang pernah aku kunjungi seperti Inggris dan Australi, mereka kerjanya nyantai banget. Jam 6 toko aja udah tutup. Tapi mereka kerja sangat efektif banget sehingga apa2 bisa selesai dengan cepat. Beda dengan Indonesia yang kerjanya lama, tapi ga ada hasilnya.
iya.. mungkin karena terfokus dan terspesialisasi ya. jadi gak mikirin yang diluar job desc mereka.
Bencana identik dengan ‘ uang proyek ‘ di Indonesia..Lihat saja dokter Cuba yang bertugas mestinya 6 bulan di Jogja, hanya diijinkan cuma 3 bulan. Karena desakan rumah sakit dan dokter di sana yang kehilangan pasien ( mendingan milih ke rumah sakit tenda dokter Cuba yang gratis khan )
ikut prihatin mas.. kalau emang begitu yang terjadi
Om,
Memang penanganan Emergency Response Management,itu adalah dalam garis komando pemerintah yang biasanya dikaitken dengan instrumen kepolisian dan/atau militer – dimana seperti di US, sudah di lembagakan dan diberdayakan dengan system juklak yang pasti dan konsisten… nah, perihal bencana khan bukan kejadian sekali – seyogyanya sudah harus jadi pelajaran dari kapan tauk!
Saya yakin banget kok [kalau pemerintah niat beneran] bisa minta bantuan asistensi badan PBB yang notabene adalah makanan kesehariannya ngurus bencana seperti UN-OCHA, UNHCR dan lain sebaginya untuk bisa menerapkan system penanganan bencana, dari pre-alert sampai ke post-trauma..
Kalau nggak dimuali dari sekarang, kapanlagi…? biar nggak adalagi asbun dan variasi nyasar antara manajemen mulut dan tangan 😀
Salam prihatin dari negeri si bau kelek! :p
setuju om.. dapet pelajaran kan mahal.. masa selalu di ignore terus?
Miris emang ngeliat penanganan banjir di Jkt. Apalagi skrg Qq juga udah bermukim di Jkt, jadinya ngerasain banget ga enaknya banjir bgini. Emergency response paling cepat justru dateng dari lembaga-lembaga asing. Yang pusing mikirin makanan sehari-harinya pengungsi juga mereka. Well, at least masi ada yang peduli …
mudah2an bukan uang yang jadi masalah..sehingga response dari pemerintah sendiri kalah cepet
in a way, public awareness mengenai hal2 yang berbau bencana emang kurang banget di negara kita. Dari pihak yang berwenang pun kayaknya mungkin jg gak tau gimana juga kudu menggerakkan masyarakat buat lebih aware terhadap hal-hal yang bisa terjadi kapan aja.
Di gedung saya, occassionally ada sih fire drill, latihan kebakaran dll (which is good) … but well … kadang karena tau bakal ada acara begitu, saya mending jalan ke client or kebeneran lagi gak di tempat (heheheh … alesan!)
saya yakin mereka tau.. cuma ada willingness gak dari kedua belah pihak?
yah…semoga aja temen-temen yang punya kesempatan sekolah di luar,yang pernah mengalami perbandingan penanganan bencana di luar RI, semoga bisa kembali ke tanah air dgn membawa kontribusi positif dan tidak hanya sebagai “spectator”…coz if you all become one, apa yang membedakan kalian dgn para menteri yang kalian tuduh acuh…???
so…lets act upon…and not just watch form the sidelines…shall we =)
tentunya.. darimanapun harus membawa kontribusi positif pada negara toh? walaupun kembali pada kebijakan dan keinginan pemerintah untuk bisa mengapllikasikannya. sebenarnya banyak lembaga di indonesia baik lokal maupun international yang sudah memberikan input terhadap penangan bencana, namun setelah bencana datang bertubi-tubi.. apa yang terjadi? yah masih sama kan? tanpa ada keinginan untuk memberi perhatian pada hal bernama “tindakan preventif”